Enterpreneur in Training I (Part -4)

Bali Post, Edisi Minggu 5 Juni 2011 (hal. 3). Sebuah artikel yang ditulis oleh CEO BPR Lestari, Alex P. Candra, dalam kolom Money and I. Mohon ijin untuk dikutip di sini.

ENTERPRENEUR IN TRAINING I  (Part-4)
Leveraging Yourself, by Making a Decision

Bapak/Ibu sekalian, ketika ditanya apa yang membuat saya keep on going in desperate hour, dalam masa-masa sulit, 3 - 4 tahun pertama dalam karir bisnis saya? Apa yang membuat saya tidak menyerah? Jawabannya adalah karena saya tidak punya kemungkinan lain lagi.

I already gave up my career

Saya tidak punya pilihan lain, either I succeed or I die. Begitu kira-kira.

Banyak teman saya yang memulai bisnis part time. Jadi sambil menekuni profesional works-nya, ia 'nyambi' membangun bisnis. Cara ini jarang berhasilnya. Membangun bisnis di awalnya membutuhkan ketekunan. Sama seperti ketika kita menanam benih, awal-awalnya harus dipelihara ekstra ketat. Kemungkinan benih tadi mati sebelum pohonnya tumbuh, besar sekali. Tingkat kesulitan yang paling tinggi ada di awal-awal pendirian sebuah bisnis. Apalagi bisnis kecil dan sifatnya start-up. Nah, teman-teman saya yang nyambi tadi, ketika bisnisnya 'susah', akan gampang sekali untuk menyerah, karena mempunyai pilihan lain. Akibatnya secara alamiah, ia tidak tekun dan gampang menyerah. Sebaliknya bagi orang-orang yang sudah tidak punya pilihan lain, ia lebih tekun, lebih resielence, karena baginya tidak kemungkinan lain. Apakah ia akan berhasil atau mati. Apalagi jika nasib anak istri menjadi taruhannya.

Dalam teori motivasi, decision memegang peranan penting. Decision berasalah dari kata latin, yang artinya memotong (to cut). Ketika seseorang decide (memutuskan) artinya ia memotong kemungkinan yang lain.

Jadi, jika kita ingin me-leverage diri kita, buatlah keputusan (decision). Yang berarti kita memutuskan untuk tidak ada kemungkinan yang lain. Seperti cerita seorang jenderal yang membakar kapalnya, supaya tentaranya termotivasi berperang. Tidak ada jalan lain kecuali bertempur sepenuh hati, karena kapalnya sudah dibakar. Pilihannya adalah maju berperang dan menang, atau mati. Sang tentara tidak bisa pulang lagi karena di belakangnya cuma ada laut, dan kapalnya sudah menjadi abu.

It Takes Time to Succeed

Setelah kegagalan demi kegagalan di masa awal. Setelah pengalaman yang menyakitkan di 3 - 4 tahun pertama, ternyata kemudian bisnis saya mulai tumbuh. Finally, I see the light at the end of the tunnel. Untungnya saya tidak menyerah!

Bapak/Ibu sekalian, membangun bisnis membutuhkan waktu. Sama seperti menanam pohon. Hari ini ditanam, besok belum akan berbuah. Dan panen masih membutuhkan waktu lebih lama lagi. It takes time to succeed!

Saya berani mengatakan bahwa tidak ada instant success. Semuanya membutuhkan proses. Tukul bukan berhasil hanya gara-gara acaranya Empat Mata meledak. Tukul menjadi sukses karena bertahun-tahun berlatih dan tekun di profesinya. Tukul sukses karena bertahun-tahun tekun bersiap-siap. Acara Empat Mata adalah kesempatannya. Sukses adalah pertemuan antara persiapan dengan kesempatan.

Instant Success is twenty years in the making.

But, moral of the story adalah it takes time to succeed. Banyak orang yang gagal karena 'berhenti' dan tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan kesuksesan ketika mereka memutuskan untuk menyerah.

Semoga bermanfaat, salam dahsyat!

posted under | 0 Comments

Belajar dari anak kecil

Pernah melihat anak kecil yang sedang bermain? Apa yang Anda lihat pada saat anak-anak Anda atau anak-anak kecil bermain? Hanya mengeluarkan senda gurau dan keringat? Ataukah ada pelajaran yang bisa kita petik dari anak kecil yang sedang bermain?

Menurut saya ada beberapa hal yang bisa kita ambil hikmah sebagai seorang yang "dewasa" dari anak-anak kecil yang sedang bermain. Mungkin waktu dan "kedewasaan" kita yang membuat kita lupa, bahwa kita pernah mengalami hal-hal yang dialami oleh mereka.

Apabila Anda perhatikan, anak kecil yang sedang bermain, mereka akan mengerahkan segala semangat dan tenaga yang ada pada diri mereka. Berlari sekuat tenaga, melompat setinggi-tingginya, dan bahkan pada saat harus jatuh pun, tenaga dan semangat ini tidak pudar, meskipun apabila terasa sakit, tenaga dan semangat ini akan dikerahkan untuk menangis sekeras-kerasnya. Pernahkah kita sebagai orang dewasa meniru semangat dan tenaga anak-anak kecil ini? Menemui sedikit masalah, kita sudah berputus asa. Marah apabila harapan tidak terlaksana. Cobalah belajar dari anak-anak kecil ini. Tentang semangat mereka. Tentang ke-totalitas-an yang mereka kerahkan pada saat mereka melakukan pekerjaan mereka, bermain. Apakah kita sudah sama dengan mereka. Ber-totalitas dalam segala pekerjaan kita? Ataukah kita telah menjadi manusia yang lemah, mudah menyerah, sedikit harapan, gampang berputus asa? 

Kedua, pada pekerjaan anak kecil, yaitu bermain, mereka merasakan kenyamanan, kesenangan, kegembiraan. Mereka melakukan pekerjaannya dengan senang dan gembira, meskipun mereka tidak tahu apa yang akan mereka dapatkan. Pun, mereka tidak mengerti resiko dari permainan mereka. Sedangkan kita, hanya menimbang segala sesuatu dengan materi dan materi. Segala sesuatu seolah-olah harus diukur dengan materi yang kita dapatkan. Waktu memang berharga, tapi bukan untuk untuk dihargai dengan materi, semuanya. Adakah perasaan senang dan gembira ada pada diri kita, dalam setiap pekerjaan, dalam setiap kehidupan kita? Saya dan Anda pasti pernah merasakan kegembiraan dan semangat yang menyala-nyala pada saat kecil dulu dalam permainan. Kemana hilangnya rasa senang dan gembira itu sekarang?

Selanjutnya, jika Anda perhatikan, anak-anak kecil yang bermain, mereka tidak mudah menyerah. Pada saat mereka harus jatuh, pada saat mereka merasakan sakit, pada saat mereka harus menangis, mereka dengan mudah melupakan segala perasaan itu untuk kembali kepada pekerjaan mereka, bermain. Mereka tidak pernah menaruh dendam terhadap teman sepermainan, meskipun mungkin, karena ketidaksengajaan dari teman sepermainan mereka, mereka merasakan pahitnya permainan. Coba bandingkan dengan diri kita. Angin sepoi yang bertiup, seolah sudah menghancurkan segalanya. Padahal di balik setiap masalah selalu ada jalan keluar, dan setiap manusia tidak dibebani dengan hal-hal di luar kesanggupan mereka. Ayolah, jangan menjadi manusia lemah yang hanya bisa meratapi nasib tanpa berbuat apa-apa. Yang hanya bisa menyalahkan dan mengkambinghitamkan masalah yang menimpa. Yang harus menyimpan dendam karena ego, merasa diri sendiri benar, dan harus ada yang dikorbankan. Kita bisa lebih dari itu. Bangkit! Mulai dari sekarang! Kita bisa menjadi manusia yang lebih baik.

Mungkin masih banyak lagi hikmah yang bisa diambil dari anak kecil yang sedang bermain. Bagaimana menurut Anda?



posted under | 1 Comments
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda