Business is Trust

Bisnis adalah kepercayaan. Ya, sampai hari ini ungkapan itu masih berlaku dan tetap akan berlaku sampai akhir zaman, mungkin. Kepercayaan itu bukan hanya dari sisi bisnisnya saja, tetapi dari segala faktor. Yang saya maksudkan di sini adalah termasuk hubungan kepercayaan antara perusahaan dengan karyawan. Karena "benang" kepercayaan itulah yang akan menghubungkan perusahaan dengan karyawan.

Segala sesuatu yang terucap, merupakan sebuah komitmen di dalam bisnis. Baik itu berupa deal harga, janji temu, dan lain sebagainya. Baik itu tertulis maupun tidak tertulis. "Mulutmu harimaumu", demikian salah satu ungkapan yang mungkin sebagian besar kita paham artinya. 

Sampai saat ini memang, jika sudah menyangkut urusan waktu, terkadang 'masih' agak susah untuk on-schedule. Meskipun sudah dibuat jadwal semaksimal mungkin, masih ada juga tidak tepatnya. Ya, banyak faktor memang. Sampai hari ini pun masih tetap berusaha untuk membenahi hal ini. 

Cuman terkadang yang menyakitkan, jika komitmen itu diabaikan. Misalkan masalah harga. Harga yang sudah deal pada saat aku order barang, diubah secara langsung di nota. Tanpa konfirmasi, tanpa pemberitahuan. Bahkan, pada saat aku konfirmasikan, dengan mudahnya mengingkari deal harga yang sudah disepakati. Terkesan seolah-olah marah. Aku paham, dibutuhkan waktu antara order sampai pengiriman barang. Aku paham, karena barang dalam harga dolar, pada saat pengiriman dolar sudah berubah. Tapi, bukankah sudah merupakan komitmen memberikan harga pada saat aku order barang? Jika kemudian kurs berubah, bukankah lebih baik dan lebih elegan, jika didiskusikan dulu perubahan harganya? Memang, ini menyangkut nilai ribuan dolar, yang penyimpangan sedikit dari kurs akan berpengaruh besar terhadap total nilai rupiah. Tapi komitmen adalah komitmen, bukan?

Tidak ada yang sempurna, pasti. Terkadang aku sendiri pun harus berkorban dan harus rela rugi daripada harus menelan ludah sendiri. Jika memang masih bisa dinegosiasikan, ya berusaha sekuat tenaga untuk negosiasi. Tapi jika sudah menjadi komitmen, apa pun yang terjadi, komitmen itu harus tetap terlaksana.

Kepercayaan itu juga harus dimiliki oleh perusahaan terhadap karyawan dan karyawan terhadap perusahaan. Pada saat seseorang memasuki Javamedia, sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya, maka manajemen perusahaan akan membuka ruang kepercayaan selebar-lebarnya terhadap karyawan tersebut. Pernah suatu ketika seorang karyawan sempat bingung karena di hari pertamanya bekerja ditinggal sendiri di toko dengan banyak barang dagangan dan uang cash di laci meja. Pada saat itu sedang ada pameran, sehingga sebagian besar karyawan ditarik ke sana. Dia sempat bertanya, "Mengapa Bapak percaya sama saya dan meninggalkan barang-barang dan uang, padahal saya baru hari pertama masuk kerja". Ya, aku jawab saja, "Pada saat seseorang memasuki Javamedia, pada saat itu juga, aku harus percaya dengan dia". Contoh ini mungkin tidak sepenuhnya benar. Mungkin ada resiko yang terlalu tinggi dari contoh di atas. Aku sendiri sadar akan hal itu. Tapi, bukankah "High Risk, High Return"? Dalam hal ini, return-nya adalah tingkat kepercayaan karyawan yang tinggi terhadap perusahaan. Akupun juga melihat situasi dan kondisi pada saat melakukan hal itu, tidak dengan serta merta dan tanpa pertimbangan.

Demikian juga dengan karyawan terhadap perusahaan. Seorang karyawan yang sudah tidak memiliki kepercayaan terhadap perusahaan, niscaya akan merasa tidak nyaman, tidak enjoy, bekerja pada perusahaan tersebut. Yang akan selalu dilihat adalah kesalahan, kesalahan, dan kesalahan. Padahal kesalahan-kesalahan tersebut adalah kesalahan-kesalahan minor sebagai konsekuensi tidak sempurnanya manusia. Namun hal itu akan dibesar-besarkan. Kemudian, dia akan berbuat yang aneh-aneh. Meminta yang tidak-tidak. Merasa dirinya yang paling benar. Yang lebih parah lagi, karyawan tersebut akan berusaha merusak sistem, untuk menunjukkan bahwa sistem tidak bekerja dan dirinya-lah yang benar. 

Sangat disayangkan memang. Padahal terkadang, manajemen perusahaan sudah melihat potensi. Sudah menggali kemampuan yang ada pada dirinya, dan sudah mempunyai rencana terhadap karyawan tersebut. Meskipun mungkin masih disimpan dan belum disampaikan terhadap si karyawan. (baca artikel sebelumnya: Build Your Own Business 2). Tapi penilaian perusahaan / managemen perusahaan terkadang berbalik 180 derajat, justru pada saat seorang karyawan itu berada di puncak, karena ego si karyawan yang mengalahkan dirinya sendiri. 

Ya, itulah sekelumit tentang kepercayaan di dalam bisnis. Membangun bisnis tidak sekadar berjual beli. Membangun bisnis tidak sekadar menggaji atau digaji. Namun, ada kepercayaan di dalamnya, yang menjadi benang yang akan menghubungkan dan merajut bisnis itu menjadi sebuah kain yang indah. Bukankah demikian?

posted under |

2 komentar:

Anonim mengatakan...

trust is not just in business, in relationship trust is everything.

mas Bayu mengatakan...

Kunjungan Malam....

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda