Konsep tentang Rizki Allah


Sebetulnya agak susah untuk memulai menulis tentang tema ini. Aku yakin akan banyak pro dan kontra setelah tulisan ini aku publikasikan. Namun menurutku, inilah konsep yang paling tepat. Konsep yang harus diyakini oleh setiap muslim. Apabila ada yang kurang tepat, mohon dikoreksi. Hal tersebut murni kekhilafan dari diri saya pribadi.

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS Huud 11: 6)

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Sesungguhnya Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman. (QS. Ar-Ruum 30: 37)

Atau siapakah dia yang memberi kamu rezki jika Allah menahan rezki-Nya? Sebenarnya mereka terus menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri? (QS. Al-Mulk 67: 21)


Dari beberapa ayat yang saya kemukakan di atas, ada satu hal yang ingin saya garis bawahi, yaitu urusan rezki mutlak hak Allah untuk menentukan. Apakah seseorang itu akan dilapangkan-Nya, ataukah akan disempitkan-Nya. Namun satu hal yang pasti, apa yang telah ditakdirkan Allah kepada kita, itu merupakan takdir TERBAIK yang harus kita terima. Mungkin terlalu ekstrim apabila saya berkata bahwa sesungguhnya manusia itu tidak perlu bersabar. Yang ada hanya bersyukur. Diberi kemudahan, bersyukur. Diberi kesempitan pun bersyukur. Karena seperti yang saya ungkapkan di atas, segala yang menimpa kita merupakan takdir TERBAIK yang telah diskenariokan Allah kepada kita. Bukankah segala sesuatu itu datangnya dari Allah?

Rezki merupakan satu dari tiga bagian takdir Allah yang tidak bisa diubah, selain tentunya Jodoh dan Mati.

Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah." Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya). (QS. Yunus 10: 49)


Menjadi orang kaya atau menjadi orang miskin bukanlah sebuah pilihan. Allah-lah yang menentukan apakah seseorang itu menjadi seorang yang kaya atau miskin. Apabila Allah telah mentakdirkan, misalnya hari ini kita mendapat rezeki 5 juta rupiah, Insya Allah (karena tidak boleh bilang pasti ya!) hari ini kita akan mendapatkan rezeki 5 juta rupiah. Namun, yang perlu dicermati adalah proses kita mencari rezeki tersebut, apakah dengan cara yang halal dan thoyib, ataukah dengan cara-cara yang haram dan bertentangan dengan ajaran Allah SWT. Namun sesungguhnya, apabila cara yang haram yang dilaksanakan, tentulah sangat merugi orang tersebut. Makanya, Aa Gym selalu bilang untuk masalah rezki dengan konteks "menjemput", bukan mencari. Karena masing-masing manusia telah ditentukan kadar rizkinya.

Proses, atau boleh saya bilang dengan ikhtiar itulah yang mendapat nilai di sisi Allah SWT. Bukan hasil. Ukuran kesuksesan seorang muslim adalah dari proses tersebut, yaitu berapa banyak ibadah yang telah dilakukannya, bukan dari hasil. Apabila Allah memandang seseorang dari hasilnya, maka Rasulullah (mungkin) orang yang pertama kali protes terhadap Allah SWT. Inilah perbedaan antara konsep Islam dan konsep orang-orang kapitalis. Orang-orang kapitalis lebih mengutamakan hasil daripada proses, sehingga apapun dilakukan dengan cara bagaimanapun supaya hasil bisa tercapai.

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat 49: 13)


Lalu, bagaimana dengan konsep keadilan. Adilkah seseorang yang giat bekerja tetapi hanya mendapat rezki sedikit? Sedangkan seseorang yang satunya hanya bersantai-santai mendapat rezki yang banyak?

Ada dua hal yang ingin saya bahas tentang pertanyaan ini. Pertama, konsep keadilan dalam Islam (atau mungkin secara universal) bukanlah membagi sesuatu itu sama rata, sama rasa. Ada yang mendefinisikan adil sebagai "menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya". Kebalikannya adalah dholim. Yang harus kita yakini, Allah adalah Tuhan yang Maha Adil. Ketentuan dan keputusan Allah adalah ketentuan dan keputusan yang seadil-adilnya. Adakah yang meragukan hal tersebut? Jika masih ragu, lalu siapa kita ini? Adalah hak Allah untuk tidak menciptakan kita. Ada atau tiadanya kita, tidak berpengaruh terhadap Kebesaran, Kesucian, dan Keadilan Allah SWT. Satu hal yang harus kita yakini, seperti yang saya ungkapkan di atas, Apa yang menimpa kita merupakan skenario TERBAIK yang ditakdirkan Allah kepada kita. Kedua, yang dinilai dari seorang muslim itu bukan hasil, tetapi proses. Siapa yang bisa menjamin bahwa seseorang yang banyak harta lebih bahagia daripada orang yang kesempitan? Siapa yang bisa menjamin bahwa harta yang banyak lebih berkah daripada harta yang sedikit? Kebahagiaan dan keberkahan, setidaknya dua hal di atas yang bisa dijadikan tolok ukur, bukan nilai, bukan rupiah.

Lalu pertanyaan selanjutnya, jika begitu untuk apa kita berikhtiar, bukankah rezki sudah ditentukan oleh Allah?

Sebagai gambaran, ada baiknya kita simak shiroh di dalam Al-Quran dalam sebuah ayat

Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu (QS. Maryam 19: 25)


Ayat di atas menceritakan tentang Maryam, Ibunda Isa a.s. Dia menengadahkan tangan berdoa kepada Allah supaya Allah memberinya rizki di saat kesusahan yang dideritanya memuncak, hamil tua dan berada di perasingan. Namun apa yang diwahyukan Allah kepadanya? Goyangkan pangkal pohon kurma itu. Ini merupakan ajaran kepada kita untuk berikhtiar. Maryam yang sedang dalam kondisi susah pun, harus berikhtiar untuk mendapat rizki dari Allah.

Berikhtiar dan berdoa merupakan sebuah kewajiban dari seorang muslim terhadap usaha yang dijalankannya. Meskipun takdir rezki Allah yang berhak menentukan, tidaklah patut bagi kita sebagai manusia, hanya berpangku tangan, berdiam diri. Tidak ada rezki yang jatuh dari langit, tiba-tiba datang di hadapan kita. Harus ada usaha dari kita untuk menjemputnya. Usaha itulah yang akan mendatangkan kebahagiaan kita kelak di akhirat. Atau, jika memang ingin bersantai-santai berpangku tangan, sudahkah pernah membaca ayat ini

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS Al-Ahsr 103: 1-3)


Bukankah ada "amal sholih" yang harus kita lakukan supaya kita tidak merugi?

posted under |

3 komentar:

Muchsin mengatakan...

oke pak sudah tak baca....
memang semua itu sudah ada yang ngatur... manusia hanya bisa berusaha, berdoa dan tawakkal.

mas Bayu mengatakan...

Alhamdulillah....

Dua hal yang saya selalu ingin saya terapkan ialah syukur dan sabar..

Semoga bermanfaat buat semua ya pak...

Admin mengatakan...

Amin.....
Terima kasih

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda